Podo Nonton
Podo nonton, pudak sempal ring lelurung Ya, pendite pudak sempal, lambeyane para putra Para putra, kejalan ring kedung Lewung Ya, jalang jala sutra, tampange tampang kencana.
Kembang Menur, melik-melik ring bebentur Ya, sun siram alum, sun petik nyirat ati Lare angon, gumuk iku paculana Tandurana kacang lanjaran, sak unting ulih perawan.
Kembang Gadung, sak bulung ditawa sewu Nora murah nora larang, kang nowo wong adol kembang Wong adol kembang sun barisno ring Temenggungan Sun iring Payung Agung, labeyane mebat manyun.
Kembang Abang, selebrang tiba ring kasur Mbah Teji balenana, sun enteni ning paseban Paseban Agung, kidemang mangan nginum Sleregan wong ngunus keris, gendam gendis kurang abyur.
Suaranya Mak Temuk masih penuh energi, energi menggema diantara dedaunan melintasi awan. Semua terdiam, menikmati alunan dari tembang Podo Nonton.
Nama Mak Temuk, tentu sudah tidak asing lagi bagi masyarakat Banyuwangi. Mulai anak-anak hingga orang tua, pasti kenal namanya. Meski demikian, tidak semua generasi anak-anak yang pernah juma dengan Mak Temuk.


Dan beruntungnya, anak-anak Kampoeng Batara tidak hanya bisa bertemu dengan sang maestro mak Temuk, juga bisa bertemu dengan 3 maestro sekaligus, yaitu Mak Temu, Mak Sudartik, dan mak Sunasih. Ketiganya merupakan legenda hidup Tari Gandrung Banyuwangi dengan pengalaman menari puluhan tahun, bahkan pernah tampil di luar negeri.
Bertajuk “Maestro Mengajar” tiga maestro keren ini bertemu langsung dengan anak-anak Kampoeng Batara di Rumah Budaya kampoeng Batara. Ketiganya saling bercerita tentang perjalanan hidupnya menjadi penari gandrung, banyak suka duka dan yang paling membekas adalah tentang komitmennya menjaga marwah gandrung itu sendiri, meski zaman silih berganti. tapi Gandrung tetaplah gandrung yang tidak hanya bicara soal gerak tapi bergerak dengan rasa.


Tidak hanya mengajari gerak dasar dari gandrung terop, tapi maestro ini juga mengajari nembang, lagu Podo Nonton. Dimana, lagu ini merupakan tembang wajib yang menjadi musik pengiring pada saat pertunjukkan Jejer Gandrung. Syairnya mengandung makna heroisme dan perjuangan yang sangat berat dari para pendahulu di Bumi Blambangan ketika melawan penjajahan Belanda.
Kegiatan “Mestro Mengajar” akan terus berlangsung, baik maestro yang datang ke Kampoeng batara atau sebaliknya, anak-anak Kampoeng Batara akan kerumah para maestro.

Pada kesempatan yang sama, kegiatan Maestro Mengajar juga dihadiri oleh Ketua Ikawangi Hongkong dan Ikawangi Papua, juga hadir Founder Esas-jakarta dan Rektor ITB Widyagama Lumajang.